Catper pendakian Gunung Lawu 3265mdpl (part 1) #NulisRandom2015

by - 01.51.00

Catper pendakian Gunung Lawu 3265mdpl (part 1)


foto oleh : Mas Bayu



    Setelah vakum dan menahan diri tidak naik gunung selama mengerjakan skripsi, seingat saya terakhir kali mendaki adalah bulan September 2014 lalu. Artinya, sudah enam bulan yang lalu saya menapaki gunung Gede via  jalur Putri sebelum mengerjakan skripsi yang katanya momok mahasiswa tingkat akhir itu. Setelah urusan skripsi, sidang, yudisium dan yang lainnya selesai, saya akhirnya bisa menikmati liburan tanpa embel-embel UAS atau hari raya dibelakangnya.

    Tiga hari setelah yudisium saya bertolak ke Solo, bersama dua rekan yang kebetulan tengah mengakhiri masa magang nya di Jakarta. Kereta Matarmaja tepat waktu sampai di Solo pukul 02:00 WIB, dengan kesan perjalanan yang cukup memuaskan mengingat harganya sedang naik dua kali lipat dari harga ber-subsidi.

    Karena ingin lebih banyak waktu bersantai dirumah dan sedang tidak ingin ada pengeluaran berlebih, maka saya pilih Lawu sebagai tujuan untuk menikmati hawa dingin pegunungan yang sudah sangat dirindukan. Gunung dengan ketinggian 3265mdpl ini terletak diantara provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bagi kalangan pendaki yang saya kenal, sebagian besar dari mereka beranggapan bahwa Lawu adalah gunung yang memiliki suhu ter-dingin bila dibandingkan beberapa gunung di sekitarnya seperti Merapi, Merbabu, Prau dan sekitarnya.

     Awalnya kami hanya memiliki 4 personil, yaitu (lagi-lagi) saya, mas Bayu, Talang dan Rian. Tetapi kemudian Rian mengajak pacarnya, Mustika dan adiknya yang masih berusia 11 tahun (kelas 5 SD), Riska. Alhasil tim kami menjadi 6 orang dengan kesamaan jumlah gender yaitu 3 perempuan dan 3 laki-laki. Dan awalnya juga, kami berniat menuju basecamp menggunakan motor. Namun karena satu dan lain hal, maka Rian menawarkan untuk naik mobilnya saja.

   Kami berangkat sebelum maghrib dan bersyukur tidak jadi naik motor karena sampai di Tawangmangu, hujan turun serta kabut tebal menghalangi pandangan. Ngeri juga, karena jalanan Tawangmangu salah satu sisinya seringkali adalah mulut jurang. Waktu itu, kami belum menentukan apakah akan lewat jalur Cemoro Kandhang atau Cemoro Sewu (selanjutnya akan saya sebut ‘Kandhang’ dan ‘Sewu’ saja ya). Namun karena mobil terlanjur di parkir di pelataran basecamp Kandhang, maka kami putuskan mendaki via Kandhang saja. Baru jam 20:00 WIB ketika kami sampai dan mengobrol dengan mas-masnya AGL (Anak Gunung Lawu) yang sedang jaga di pos. Karena malas nanjak malam, kami menunggu pagi di basecamp yang kebetulan sedang kosong. Sebelum tidur, kami sempatkan makan malam di warung lesehan seberang jalan. Nasi goreng, sate kelinci, teh dan susu panas menjadi menu makan malam kami ditengah dinginnya udara kaki Lawu.

     Pagi datang, pukul 06:00 WIB kami bersiap-siap untuk mulai mendaki. Masing-masing keril sudah ter-packing ulang dengan bobot yang disesuaikan dengan kemampuan bahu si empunya. Termasuk si Riska, gadis kecil itu gondeli tas mungil biru mudanya yang berici makanan ringan dan mie instan. Anak satu ini benar-benar seperti tak kehabisan tenaga, dari semalam terus mengoceh dan mengajak bermain.
Dengan di awali doa, kami perlahan menapaki jalur-jalur tanah Cemoro Kandhang. Karena hari itu adalah hari Senin, jadi jalur pendakian cukup sepi. Kami tidak menemui pendaki lain baik yang turun maupun naik sampai pos 1.

    Sampai pos 1 yang ada di ketinggian 2300mdpl, kami sejenak meregangkan kaki dan pundak. Kabut tipis sesekali lewat, meyisakan hawa dingin. Sepatu dan sandal yang kami pakai kotor dengan segera, karena tanah yang semalam diguyur hujan masih belum kering. Cukup lama juga kami berhenti disitu, sekitar tiga puluh menit. Setelah di rasa cukup, kami melanjutkan perjalanan.

     Selang satu setengah jam, kami sampai di Taman Sari atas, yaitu pos 2. Pos ini berdekatan dengan kawah Chandradimuka dan berketinggian 2470mdpl. Sayang, untuk melihat kawah tersebut kami harus berjalan menembus semak dan pepohonan. Karena kabut yang mulai tebal kami hanya duduk saja di sekitar pos. Ada beberapa botol bekas air mineral yang digunting bagian tengahnya, kemudian ditadahkan di antara batang-batang kayu bangungan pos dengan harapan nantinya botol kosong itu akan terisi dengan air hujan.

     Di sinilah juga kami bertemu dengan jalak hitam, yang banyak orang bilang bahwa setiap pendaki gunung Lawu akan bertemu dengan burung ini. Si jalak bertengger anggun di ranting dekat atap pos. begitu di dekati, ia segera terbang menjauh, namun masih terpantau oleh kami. Bagi kami dan banyak pendaki lain, kedatangannya semacam ucapan selamat datang. Konon katanya, si jalak akan senantiasa menemani pendaki sampai menuju puncak.

    Dua puluh menit kami beristirahat, serombongan pendaki lain datang. Kami saling berkenalan dan mengobrol hingga rombongan saya kembali melanjutkan perjalanan lebih dulu. Rian sudah mengingatkan bahwa jarak antara pos 2 menuju pos 3 adalah jarak yang paling jauh diantara pos lainnya. Karena itulah di pos 2 tadi kami mengisi energi yang cukup dengan makan roti dan susu.

    Jalanan setelah pos 2 di dominasi oleh trek yang landai, sehingga tidak melelahkan. Namun karena jalanan yang landai itulah berarti jalur ini memutar dan membuat waktu perjalanan lebih lama. Sebenarnya, diantara jalur landai ini terdapat jalur menanjak yang biasa digunakan untuk evakuasi. Jalur yang menanjak ini lurus memotong jalur landai. Kami masih menggunakan jalur landai hingga tiba di pos bayangan. Pos bayangan ini terletak di antara pos 2 dan pos 3. Di sini kami bertemu dengan rombongan pendaki yang sedang dalam perjalanan turun. Tak lama juga disusul oleh rombongan yang bertemu dengan kami di pos 2 tadi.

    Kami tak berlama-lama di pos bayangan karena pos 3 masih lumayan jauh. Selama perjalanan, Riska senantiasa menyanyi. Entah itu lagu anak-anak, lagu nasional, atau hanya teriakan-teriakan penggugah semangat. Kami semua geleng-geleng kepala, heran dengan daya tahan fisik gadis kecil ini. Mustika yang kemarin tidak  persiapan fisik sama sekali, sedikit kaget dan merasakan pening di kepalanya meskipun ini adalah pendakiannya yang kesekian kali. Kalau saya, jujur saja ini adalah pendakian yang paling membuat saya sering merasa lapar. Mungkin karena hawa dingin yang lain dengan gunung-gunung sebelumnya atau karena sarapan sekadarnya tadi pagi.
Semenjak dari pos bayangan menuju pos 3, kami lebih sering menggunakan jalur menanjak atau jalur evakuasi untuk mempersingkat waktu. Antara saya, Mustika, Talang atau Mas Bayu, saling bergantian menemani Riska melalui jalur landai.

    Setelah melalui perjalanan kurang lebih dua jam, kami sampai di pos 3. Bangunan shelter yang terbuat dari semen dan seng menandai keberadaan pos tersebut. Pos 3 ini ada di ketinggian 2700mdpl dan memiliki dataran yang cukup untuk mendirikan tiga tenda di bagian pelataran shelternya dan dua tenda di bagian belakang shelter. Di sana kami kembali menemui rombongan yang sama, saat itu mereka sudah bersiap untuk kembali melanjutkan perjalanan. Mereka juga menyarankan kami untuk segera melanjutkan perjalanan karena kondisi di dalam shelter sangat kumuh, banyak sampah. Kami hanya mengiyakan dan memeriksa keadaan di dalam shelter.

    Saat saya melongok ke dalam, memang benar banyak sampah. Di pojokan menumpuk sampah plastik dan sisa-sisa makanan. Aduh… saya dan yang lain  hanya dapat membersihkan semampunya. Tak lama kemudian, hujan turun. Awalnya hanya hujan biasa, namun lama kelamaan makin deras dan di sertai angin kencang. Dengan pertimbangan kondisi cuaca, kami memutuskan untuk beristirahat di dalam shelter.  Kami menyisakan ‘lahan’ yang cukup untuk mendirikan satu tenda lagi selain dua tenda milik kami dan siap untuk membongkar tenda kami sewaktu-waktu bila ada pendaki lain yang datang untuk berteduh di dalam shelter. Namun hingga badai semakin memburuk dan akhirnya reda, tidak ada pendaki yang melintas.

    Pukul 17:00 WIB, hujan benar-benar sudah berhenti. Langit kembali cerah. Saya dan mas Bayu seperti biasa meluangkan waktu untuk mengobrol sembari menunggu matahari terbenam. Dari pos 3, kami dapat melihat gunung Merbabu dan Merapi. Nun jauh di bawah, kota Karanganyar terlihat kecil. Bukit-bukit Tawangmangu indah saling menyembul di antara satu dan lainnya.

   Talang dan Rian sudah meringkuk di dalam tenda sedangkan Mustika dan Riska sedang asyik ber-selfie ria dengan latar tebing di belakang shelter. Tak berapa lama mereka menyusul Rian dan Talang untuk beristirahat karena kami ada rencana untuk melanjutkan perjalanan malam hari bila fisik memadai.

   Sementara rekan-rekan yang lain sudah beristirahat di dalam tenda, saya dan mas Bayu masih sabar menunggu detik-detik matahari terbenam sembari berharap langit akan tetap cerah..


(bersambung)

Salam, 
Naredita

#NulisRandom2015 #Day3


Nb : foto-foto pendakian ini dapat di lihat >> di sini

You May Also Like

2 komentar

  1. ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬
    Seru ya, udah lama juga nggak naik gunung lagi. :)
    ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬

    BalasHapus