Escape to Surabaya & Madura (Chapter 2)

by - 22.32.00

    Escape Surabaya & Madura (chapter 2)

     Akhirnya kami sampai di daratan ibu kota Jawa Timur lagi. Karena Tia (orang yang kost-annya kami tumpangi saat di Surabaya) masih berada di Sidoarjo, jadi saya dan Bena memutuskan ntuk berkeliling Surabaya saja dulu. Kami tidak tahu jalan, hanya mengikuti rambu lalu lintas yang ada. Kami berpanas-panas melewati kantor walikota, taman-taman dan stasiun Gubeng. 

    Karena haus, Bena menyarankan untuk berhenti pada seorang bapak penjual es cao. Kami juga tak tahu apa itu es cao. Tapi karena kami berdua memang gemar kuliner, jadi ya dicoba saja. Rupanya es cao ini minuman yang isinya hanya berupa cao. Ya, sejenis agar-agar berwarna hitam yang sering ada dalam semangkuk es buah, es campur atau minuman pembuka puasa. Tidak menggunakan sirup sama sekali, bahkan tidak berwarna. Tapi rasanya manis, asli menggunakan gula pasir. Satu gelas es cao dihargai Rp 2000,-. Setelah reda rasa hausnya, kami lanjutkan perjalanan sembari tengok kanan-kiri untuk menemukan tempat makan siang.

    Saat berbelok ke sebuah jembatan, rupanya di sisi kanan kami ada monumen kapal selam. Bena histeris, karena ia memang penasaran ingin kesana. Yasudah, saya belokkan motor menuju tempat parkir yang ada di trotoar depan monumen tersebut. Untuk masuk ke monumen kapal selam harga tiketnya sebesar Rp 8000/orang. Monumen kapal selam ini adalah museum yang ditampilkan di dalam kapal selam itu sendiri. 

    Kapal selam asli bernama KRI PAsopati yang digunakan oleh TNI AL dalam Operasi Trikora pada tahun 1962. Di dalamnya kita dapat meihat barak-barak para prajurit dan ruangan pengoperasian mesin kapal. Ada banyak foto-foto para awak kapal, kapten, dan kegiatan mereka saat menjalankan misi. Ruangan di dalam kapal ber-ac, sehingga tidak terlalu pengap. Dibagian luar, terdapat kolam renang dan taman denganbangku-bangku yang bisa digunakan pengunjung untuk beristirahat. Pada akhir pekan, biasanya juga ada pertunjukan reog Ponorogo. Sayang sekali, saat kami datang pertunjukan reog itu baru saja selesai.

    Begitu kami keluar dari kawasan monumen, rupanya Tia sudah sampai di Surabaya dan menyusul kami. Jadi kami memutuskan untuk singgah dulu ke tempat kost Tia untuk menaruh barang bawaan yang lumayan berat. Kost Tia tidak jauh dari kampus ITS, karena Tia berkuliah di ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) Surabaya. 

    Sampai di kos, kami bertiga rehat sejenak dan mengatur list tempat yang akan dikunjungi. Bahkan saya sempat mencuci baju-baju kotor yang dipakai saat perjalanan Jakarta-Surabaya-Madura kemarin. Lumayan, setidaknya dalam perjalanan ke Solo nanti saya tidak membawa baju kotor di dalam ransel.

    Dua jam berada di kost, kami segera bersiap-siap untuk pergi. Sekarang giliran saya yang memilih menu makan siang, dan saya memilih bakso. Maka kami berhenti di depan sebuah gerobak bakso keliling.

“Pakai penthol aja atau campur mbak?” tanya mas-mas penjual baksonya.
“Hah? Penthol?” saya segera melirik pada tulian di gerobak. Bacanya : Bakso Penthol. Saya sedikit bingung, sampai akhirnya Tia menjelaskan bahwa di Surabaya, bulatan daging dalam semangkuk bakso itulah yang disebut penthol. Ohh… begitu. Semangkuk bakso keliling ini dihargai dengan Rp 7000,-. (namun belakangan saya baru menyadari bahwa di berbagai daerah orang juga sering menyebutnya ‘penthol bakso’).

    Setelah selesai makan, kami bergegas menuju arah Kenjeran, yang mana sebenarnya itu adalah bibir kota Surabaya yang mendekati Laut Jawa, searah dengan datangnya kami dari Madura tadi pagi. Sasaran kami adalah Patung Buddha di daerah pantai Ria Kenjeran. Untuk masuk ke area ibadah sekaligus wisata ini, kita harus memasuki area Kenjeran Park yang berisi taman-taman dan wahana permainan. Harga tiket bervariasi antara pengunjung yang berjalan kaki, menggunakan motor maupun mobil.

    Setelah bertanya pada petugas, rupanya patung Buddha ada di ujung, dekat dengan pantai. Kami sampai di area parkir, tepatnya seberang pintu gerbang dimana terdapat patung Buddha tersebut. Wow, patung Buddha nya sangat besar, berwajah empat dan bertangan delapan. Patung itu berwarna emas, serta ada juga patung Ganesha yang berwarna emas pula. Setelah puas berkeliling, kami keluar dan bertemu dengan seorang bapak-bapak. 

“Mbak, dari mana?” sapa beliau.
“Jakarta pak,” Bena menyahut.
“Kalau mau view foto yang bagus, silahkan ke patung Dewi Kwan Im. Ada di seberang sana. Wah, pokoknya gini.” Kata si bapak sambil menyodorkan jempol meyakinkan kami bertiga.
“Oh ada patung Dewi Kwan Im juga pak? Disana ya? Hmmm.. motor bisa dititip sini kan?” saya memberondong pertanyaan.
“Bisa, bisa. Titip aja disini mbak.” Jawab si bapak sambil tersenyum.
“Terimakasih pak..” Tia menunduk sembari mengajak kami segera menuju ke arah patung karena mendung di langit Surabaya mulai pekat.

    Kami memasuki gerbang yang juga bernuansa merah. Kemudian kami sadar bahwa didalamnya adalah sebuah kelenteng. Semerbak harum keluar bersama asap dari dalam bangunan. Kami lewat samping, dan terus berjalan menuju pantai.

    Itulah dia, selat Madura dibalik patung Dewi Kwan Im dan dua naga di kanan kirinya. Saya sempat melongo sebentar, antara norak dan kagum. Kami menghampiri tepian daratan yang berbatasan langsung dengan selat Madura. Jembatan Suramadu terlihat kecil disebelah timur laut. Yang menyita perhatian saya bukan perairannya, namun patung yang begitu besar ini. Ekor naga menjulang ke arah utara dan selatan,sementara kepala mereka saling bertemu dibawah patung Dewi Kwan Im. Tak lama, hujan turun. Kami masih berteduh dibawah patung, sembari melihat perahu-perahu kecil yang berbalik arah menuju daratan. Pohon-pohon mangrove tumbuh disekitar pantai, dan burung-burung kecil terbang diatara ranting kecilnya.

    Setelah hujan reda, kami sempatkan minum es kelapa muda didepan gerbang. Di sini, banyak penjaja makanan. Mulai dari makanan berat hingga cemilan ringan. Ketika hujan benar-benar berhenti, barulah kami menuju sasaran kami selanjutnya, Museum Tugu Pahlawan.

    Waktu sudah pukul 5 sore ketika kami sampai di pelataran Tugu Pahlawan, dan sepertinya gerbang masuk sudah ditutup.
“Mau kemana mbak?” tanya salah satu penjaga.
“Mau masuk pak, lihat-lihat di dalam.”
“Darimana memang?”
“Jakarta.”
“Hmm… sebenarnya sudah tutup, tapi karena mbaknya sudah jauh-jauh kesini, yasudah saya bukain. Tapi jangan lama-lama ya…”
“Wah, makasih ya pak! Iya sebentar aja.”

    Kami pun masuk dan berkeliling pelataran Tugu Pahlawan. Museumnya sendiri sudah tutup, jadi kami akan mengunjunginya besok. Saya memandangi tembok yang sedikit rusak dan ada coretan disana-sini. Rupanya tembok ini adalah tembok asli yang ada sejak jaman penjajahan dulu, dimana Surabaya adalah salah satu latar dari perjuangan para pahlawan Indonesia. Maka berbagai coretan, ukiran dan bekas-bekas tanda semangat para pahlawan diabadikan dan diperthankan keasliannya.

    Setelah selesai dengan Tugu Pahlawan, kami bergegas mencari isi perut. Tia mengajak kami ke rumah makan Mie Akhirat. Wow, kok serem ya? Hehe. Ternyata, mene-menu di sana bertema ‘surga’ dan ‘neraka’. Surga untuk makanan yang tidak pedas dan Neraka untuk makanan yang pedasnya ampun-ampunan.

    Menu surga didominasi warna putih dan Neraka warna hitam. Untuk menu Neraka, ada tingkatan / level pedasnya. Misalnya cabai 1,2,3 dan seterusnya. Saya pesan nasi goreng surga dan Bena pesan mie neraka kuah. Untuk minumannya juga tersedia berbagai macam jus buah, milkshake, dan variasi minuman lainnya. Harga makanannya antara Rp 4.000 – Rp 20.000 serta minuman antara Rp 4.000 – Rp 12.000 . Bagaimana? Cukup bersahabat kan dengan kantong backpacker seperti kami J

    Setelah kenyang, kami mampir ke Mall Royal Plaza (asli, saya dan Bena tidak ada niat sama sekali ke mall) untuk membeli Pie 33 kesukaan Tia. Meskipun enggan masuk mall karena tampang yang sudah amburadul, toh kami tegiur juga dengan pie yang katanya memiliki banyak varian rasa itu.

    Pie 33 memiliki varian rasa keju, tuna, apel, kacang hijau dan masih banyak lagi. Selain pie, Pie 33 juga menjual pizza mini dan stik keju. Harganya berkisar antara Rp 3.500 – Rp 8.000 per potong. Hmm… lagi-lagi camilan menarik untuk bergadang nanti malam.

   Belum puas dengan pie, rupanya Bena masih mencari-cari brownies Libby. Tempatnya tidak jauh dari Stasiun Gubeng. Brownies nya juga banyak variasi misalnya keju, kismis, meises dan lain-lain. Ada yang awet hingga beberapa minggu, ada juga yang hanya beberapa hari. Selain brownies kotak, ada juga kue lain red velvet, cheese cake, soft cake dan banyak lagi. Brownies Libby cocok untuk oleh-oleh dari Surabaya.

   Tentengan kami sudah lumayan banyak, maka kami kembali ke kost-an Tia. Setelah mandi dan mencuci baju-baju kotor yang kira-kira akan kering besok sore, kami mengobrol sembari menikmati jajanan yang kami beli. Tak berapa lama Bena sibuk dengan pekerjaannya dan tenggelam di depan laptop. Tia asik menelepon pacarnya sembari berguling-guling di kasur. Saya, dengan kalem dan terkantuk-kantuk membaca novel dan meringkuk di dalam sleeping bag. Sedikit heran, Surabaya siang hari begitu panas namun saat malam di kost Tia cukup dingin meski tidak menggunakan AC.

    Memang dasar niat hanya sekedar niat, rencana untuk bangun pagi dan memulai jalan-jalan lebih awal hanya sekedar wacana ketika saya bangun paling awal jam tujuh pagi sementara mereka berdua masih meringkuk nyaman. Saya menunggu mereka bangun sembari mandi dan packing karena akan bertolak ke Solo nanti sore.

    Kami baru keluar kamar kost jam sebelas siang. artinya, kami bukan lagi cari sarapan namun makan siang.  Kami menuju warung makan yang menjual menu bebek item. Maksudnya adalah bebek yang diolah dengan bumbu rica-rica hitam. Setelah kenyang, kami bergegas menuju destinasi pertama hari ini : Museum Sampoerna.

    Museum Sampoerna memiliki Galeri yang unik, dimana ada juga ruangan tempat para pekerja membuat rokok dari label Sampoerna. Berbagai macam lukisan ditempel di dinding, karung-karung terbuka berisi berbagai jenis tembakau dari beberapa daerah menguapkan bau harum ke seluruh penjuru ruangan. Alat-alat untuk membuat rokok pada tempo dulu dipajang pada ruang belakang.\

     Di lantai dua, ada galeri shop yang menjual bermacam merchandise dari Sampoerna. Mulai dari kaos, topi, selendang, canting untuk membatik dan banyak lagi.dari lantai dua inilah kita dapat melihat melalui kaca besar (seukuran tembok dari ujung genting hingga alas bangunan) ke bawah, dimana ruangan para pekerja sedang memproduksi rokok. Hemmm cukup beredukasi ya J

    Berkunjung ke Museum Sampoerna sepenuhnya gratis kecuali jika kita ingin berbelanja di sana. Tiket masuk dan parkir kendaraan tidak dikenakan biaya. Pelayanan para penjaga nya juga ramah dan menyenangkan.

    Setelah puas dengan Museum Sampoerna, kami menuju Museum Tugu Pahlawan yang kemarin belum dapat kami kunjungi. Tiket masuk museum ini Rp 5.000,- per orang. Kami menyusuri lorong-lorong yang digantungi lukisan dan foto-foto pada masa perjuangan dahulu. Kemudian ada eskalator yang menuju ke lantai bawah. Rupanya di lantai dasar ini ada patung-patung dan benda peninggalan para pahlawa dan tokoh penting. Ada juga diorama (rekaman suara) pidato Bung Tomo. Saya rasa kita semua tahu mengenai pidato berapi-api ini saat membaca buku pelajaran IPS saat SD atau SMP.

    Bena memencet tombol yang ada di sudut dekat patung Bung Tomo, dan seketika terdengarlah pembacaan pidato beliau yang penuh semangat. Kami yang ada di situ diam, mendengarkan dengan seksama. Merinding sekaligus kagum, kami menganguk-angguk ringan saat pidatonya selesai.

    Naik lagi ke satu lantai di atas namun pada ruangan yang berbeda dari sebelumnya, kami mendapati lagi benda-benda peninggalan yang bernilai sejarah amat tinggi dan dua ruangan diorama. Di lantai ini suasana lebih ‘singup’ (semacam suasana sepi yang aneh) karena dua faktor : museum memang sedang sepi pengunjung dan benda-benda disana seperti menggambarkan pada kami bagaimana mereka dahulu dipakai.

Kami disapa oleh seorang bapak penjaga museum,
“Dari mana mbak?” sapa si Bapak ramah.
“Jakarta pak. Hehe..” Bena menjawab.
“Wah, lagi liburan atau bagaimana?”
“Iya pak kebetulan sedang libur, pengen main ke Surabaya.”
“Hemm.. jauh-jauh kesini, mau nonton film perjuangan ngga?”
“Wah, dimana tuh pak?”
“Ada di lantai bawah. Mari, saya antarkan”
Lagi-lagi bonus dari ramahnya penduduk Surabaya karena kesan ‘duh jauh-jauh ke Surabaya’ .

    Kami duduk di sebuah ruangan gelap, menatap layar yang memperlihatkan film serangan-serangan Belanda terhadap Indonesia khususnya di kota Surabaya. Tembakan-tembakan dan teriakan para prajurit terdengar diantara pembacaan narasi cerita.

    Karena film itu cukup lama, kami terpaksa meninggalkan ruangan lebih dulu karena sudah jam dua siang. kami harus bergegas ke satu tempat lagi sebelum saya pergi ke Solo.

    Sura dan Baya. Ikan Hiu dan Buaya. Itulah ikon ibukota Jawa Timur ini. Rasanya tak afdol jika tidak menenui patung nya secara langsung. Memang sedikit kekanakan, namun rupanya keinginan mengunjungi ikon kota tersebut tetap kami paksakan hari itu.

     Sebenarnya, untuk mengunjuni si Sura dan Baya ini ada setidaknya dua tempat. Namun Tia hanya tahu jalan ke salah satu tempat, yaitu kebun binatang Surabaya. Jadilah kami kesana walapun cukup jauh.

Kebun binatang Surabaya ramai dengan pengunjung dan pedagang makanan. Kami hanya berfoto sebentar kemudian melanjutkan perjlalanan untuk mengantar saya ke Terminal Purbaya.

Terminal Purbaya adalah terminal besar dan tempat singgah bus-bus antar kota dan provinsi. Bena menyarankan saya untuk menunggu di depan gerbang saja. Tak lama, bus jurusan Surabaya-Semarang itu keluar dari terminal. Saya buru-buru naik. Untuk ke Solo dari Surabaya membutuhkan waktu tujuh jam dan tiket seharga Rp 30.000,- .

Jabat tangan terimakasih saya untuk Tia dan Bena, adalah tanda lain dari ‘sampai bertemu lagi’.
Terimakasih Surabaya, Madura dan semua tempat-tempat luar biasa yang tersimpan di dalamnya.


Salam ,
Naredita.







Jalanan Madura menuju Suramadu

Pintu masuk Tol Suramadu


 Patung Budha
                            Patung Ganesha                                       Perairan Selat Madura


                                    Patung Dewi Kwan Im                       Tugu Pahlawan


                                         Mobil Bung Tomo




Monumen Proklamasi



Ruangan di dalam Museum Tugu Pahlawan




Ruangan dalam Muesum Sampoerna

Sura dan Baya


Meet :
Brownies Libby at >>  http://libbybrownies.com/home.php
Mie Akhirat at >>  http://mieakhirat.com/





You May Also Like

0 komentar