Mengunjungi Pa(n)car

by - 07.00.00



Anak Bogor khususnya Sentul pasti udah nggak asing dengan yang satu ini : Gunung Pancar. Pancar ya bukan pacar. Yhaa. Nah karena kaum Jakartans juga sering banget jadi fakir piknik, biasanya sih tujuan weekend nggak jauh-jauh dari Bogor atau Bandung kalau nggak takut macet. Selain buanyak nya curug, Bogor tentunya juga menyimpan banyak kawasan hutan pinus. Salah satunya ya Gunung Pancar ini. berikut apa-apa yang bisa aku share tentang Gunung Pancar. Langsungggg aja :

Mudah Dijangkau
Jalan untuk sampai ke Pancar sebenernya gampang banget. Asaaall.. jangan pake google maps. Seriusan. Karena maps pasti akan mengambil rute tercepat, yang mana nggak semua jalanan yang ditunjukin google bisa kita lewatin. Contohnya aku kemarin, karena ngikutin google maps akhirnya kena semprot sama warga karena ada jalanan yang nggak boleh dilewatin sama orang luar :/ gatau juga sih kenapa. Akhirnya nanya sama orang kampung , dan kunci utama untuk sampai ke Pancar adalah .. temukan dulu JungleLand. Sebenernya udah sering denger selentingan kalau Pancar deket sama Jungle Land sih. Hehe. Nah setelah kalian menemukan gerbang masuk JungleLand, kalian akan menemukan belokan ke kanan persis tepat pas banget di sebelah gerbang asuk JungleLand (tepatnya bukan gerbang, tapi pintu masuk kawasan JungleLand yang dijaga oleh beberapa security). Begitu kalian belok kanan, silahkan ikuti jalan yang ada dan terus naik jangan belok-belok. Nanti kalian akan segera bertemu pintu masuk kawasan Gunung Pancar .

Retribusi Berlapis
Sebenernya ini hanya berlaku bagi kalian yang kena ‘jebakan betmen’ seperti aku kemarin. Pertama, ketika kalian memasuki gerbang utama akan kena retribusi sebesar 20ribu. Dan.. tanpa tiket masuk sama sekali. Aku sedikit nyinyir sih kalo yang begini. Karena Pancar cukup rame dan bahkan ada official account ig nya juga di @gunungpancar. Cuma ya nggak tahu siapa pengelolanya. Jadi yoweslah..




Setelah masuk, kalian langung bisa menemui hutan pinus di kanan dan kiri jalan. Rupanya, motor atau mobil bisa masuk dari ujung ke ujung. Emang beneran buat tempat piknik. Karena penasaran, aku lanjut ke atas .. emaap, kami deng, soalnya ngajak laki kemarin. Nah kami lanjut terus sampai ke atas dan menemukan kembali gerbang. Kali ini ditarik 22ribu ! Apalagi yang ini, narikinnya nggak berseragam resmi seperti di gerbang pertama tadi. Karena kepalang tanggung, yaudah bayar aja karena katanya ada kolam air panas di dalam. Feeling sih udah ragu bakal nemuin yang seru di dalam. Ternyata benar, setelah masuk gerbang kedua memang ada pemandianair panas, tapi menurut kami kurang nyaman kalau lagi ramai karena hanya berupa kolam kecil yang di semen pinggirannya:(kami pun balik kanan bubar jalan. Sebelum keluar gerbang kedua, ada satu lagi obyek mata air panas. Tapiii.. ditarikin lagi 5ribu. Yakaleeee. Sebelum masuk sih aku ngintip dulu, dan sepertinya B aja, jadi yaudah bubar jalan lagi. Sebelum meninggalkan kawasan air panas, kalian akan tetap ditarikin biaya parkir. Ya, walaupun nggak jadi ngapa-ngapain. Yaudahlah yaa. Akhirnya balik lagi ke kawasan hutan pinusnya. Dan …

Banyak Orang
Jadi hutan pinusnya itu bisa gue bilang terbagi dari beberapa spot. Yang paling bawah adalah lahan yang paling pas buat kalian yang mau foto-foto. Selain tanahnya datar dan nggak banyak rumput, nggak terlalu ramai juga (ternyata). Aku baru tau tentang ini setelah turun :/ kezel. Nah begitu makin ke atas, justru makin ramai. Ada banyak tukang dagang makanan juga sih. Tapi sebenernya spot foto malah kurang bagus. Banyak batu-batu yang dipake nongkrong. Disana, mulai dari balita sampai nini-nini semua ada. Ramai banget deh pokoknya. Jadi susah duduk atau foto.



Yang kebih penting, di area ini dipakai oleh para penggiat sepeda gunung atau downhill. Jadi jangan heran kalau lagi asik jalan diteriakin “mbak mbak awas jalur sepeda” karena tempat tersebut memang disediakan untuk penggiat hobi ini. banyak jalur-jalur yang sudah paten menjadi jalur sepeda. Seru sih nontoninnya. Wkwk. Cuma ya kalau tujuannya mau ngadem lebih baik ke hutan pinus bagian bawah.

Instagram-able
Walaupun banyak orang, pinter-pinterlah cari angle foto. Cari tempat yang cocok juga. Sebenernya kalau mau jalan sedikit jauh ke dalam hutan sih bisa, asal niat aja. Hehehe. Lumayan buat stok dp sosmed :/

Nggak Dingin
Sama sekali enggak. Namanya juga bukan gunung beneran, mwehehehe. Jadi kalau lagi jalan di hutan pinusnya, pakai baju yang santai aja. Nggak usah pake jaket kalau nggak mau kegerahan. Terus… ya gitu aja. Tapi ini untuk kondisi siang hari yaa. Kalau pagi, sore dan malam ya dinginlah. Namanya juga Bogor bukan Jakarta. 

Ramai dengan kendaraan
Ada sebuah area yang di papannya tertulis “Picnic Area”, tapi isinya mobil parkir semua. Nggak ada tuh orang yang gelar tikar ramai-ramai piknik sama keluarga atau teman-teman. Jadi agak crowded. Sayang banget. Kalau dibawah disediain lahan khusus parkir dan pengunjung jalan ke atas, mungkin akan lebih teratur dan bersih, mungkin juga bakal mirip-mirip sama Tahura Juanda-nya Bandung. Tapi ya saran ajasih. Wkwk.

Area Khusus
Kalau tadi area-area yang bisa dinikmati umum dengan berbagai macam tarikan duit, pihak pengelola Gunung Pancar juga menyediakan area yang bisa di booking. Contohnya kemarin, ada area yang memang lagi disewa unutk sebuah acara. Atau ada juga area untuk glamping. Tahu kan? Itu hlo yang ngetren sekarang, glamour camping. Not bad sih kalo liat foto-foto orang yang pernah glamping disana (aku belum soalnya) hehe.

Nah sampailah pada kesimpulan (macem makalah ae). Intinya kalau kalian mau ke Pancar, usahakan jangan weekend atau hari libur nasional yang semua orang bisa kesana. Pilihlah hari kerja karena sudah pasti lebih sepi, jadi lebih bebas ambil foto atau keliling. Bebas deh mau seharian foto-foto sampe memori abis juga terserah. Kalian juga bisa kok kemping dengan buka tenda sendiri. lumayan ngobatin kalau lagi nggak bisa naik gunung. Sebenernya sih tempat ini cukup 'folk' banget apalagi buat yang memang jago fotografi dan editing foto. Kiww. Tapi.. besok-besok kalo ke Bogor nyurug lagi aja ah. Hehe.

04 April 2017,
Dita

You May Also Like

0 komentar