Curhatan pegawai baru - baru lulus, baru kerja

by - 09.10.00

Diantara kalian yang sedang membaca tulisan ini, pasti ada yang sedang dalam masa kuliah atau telah bekerja. Saya sendiri baru saja menyelesaikan kuliah s1 saya di sebuah perguruan tinggi swasta. Lalu selang satu bulan sejak kelulusan, saya mulai berfikir untuk mencari kerja. Awalnya tujuan kerja hanya satu : mencari uang. Beberapa dari kita pasti pernah berkata “ah mau cepet lulus. Kuliah tugas melulu, enakan kerja cari duit.” Saya pun demikian, kerap kali mengucapkan kalimat yang sama berulang-ulang bila kejenuhan mata kuliah melanda di tengah-tengah semester. Terlebih saat semester akhir, kepala serasa hampir meledak ketika coretan-coretan revisi mampir di lembaran bakal skripsi saya. Atau ketika masa-masa tahun kedua kuliah, ksaya dan teman-teman mulai malas-malasan beranjak dari kost untuk masuk ke kelas.

Sekarang, kelulusan itu telah berlalu lima bulan. Saat ini saya bekerja pada perusahaan swasta yang cukup besar, terbukti dari gelar ‘Tbk’ di belakang nama resminya. Hari-hari saya bisa dibilang sibuk, sebab pekerjaan saya membutuhkan perhatian penuh. Namun saya sadari bahwa rupanya kesibukan saya hanya terpaku pada satu hal : bekerja. Sebagai bagian dari tanggung jawab pekerjaan, pulang malam adalah hal yang sulit dielakkan. Lalu pada suatu malam di mana hampir seluruh pegawai sudah pulang dan saya masih duduk tenang menghadap layar komputer, tiba-tiba saya merindukan masa-masa saat kuliah. Saya memang bukan mahasiswa yang sangat aktif dalam organisasi, namun saya sempat mengambil dan menjadi bagian dalam organisasi kampus maupun luar kampus. Hmm… entahlah, waktu begitu cepat berlalu. Rasanya baru kemarin saya datang pada gedung universitas yang didominasi warna biru dan putih itu. Baru saja saya mengisi formulir dan menuliskan ‘hukum’ pada kolom pilihan jurusan.

Jika sekarang setiap pagi saya harus bergegas untuk tidak melewati angka 08:00 pada finger print guna absensi, dulu saya akan berfikir hari ini akan kemana, menemui siapa dan apa yang akan saya lakukan. Bila kuliah sedang libur karena mendadak dosen tidak masuk, saya akan memilih untuk pergi ke lantai dasar Blok M Square atau Pasar Senen untuk berburu buku-buku lawas yang mungkin panjualnya tidak tahu bahwa itu salah satu buku yang banyak orang cari-cari. Kuantar kau ke gerbang, Saman, Perawan Remaja dalam cengkraman militer dan banyak lagi buku-buku sejarah atau novel yang saya angkut dari etalase-etalase kusam para penjualnya.  Buku-buku yang saya dapatkan itu memang telah dicetak ulang dan kini siapapun dapat membelinya di toko buku ternama, namun entah mengapa ada kesenangan sendiri untuk mencari versi ‘jadul’ nya. Atau mungkin hanya karena saya yang suka mengubek-ubek sisi lain Jakarta. Pernah beberapa kali ketika tidak ada jadwal kuliah, saya pergi dari satu ke satu tempat lain di Jakarta menggunakan moda angkutan umum sendirian. Berbekal kamera SLR milik kakak, saya mengunjungi museum-museum yang pastinya sepi ketika hari kerja (sening hingga jumat). Setelahnya saya akan mampir di warung-warung sederhana untuk mengisi perut. Teman-teman saya bilang saya ini kurang kerjaan, galau atau membuang-buang tenaga saja. Tapi saya tidak ambil pusing, toh dari hal-hal kecil dan tempat-tempat sederhana yang saya kunjungi itu saya tetap mendapat ilmu-ilmu dan pengetahuan yang baru.

Saya bukan juga mahasiswa yang selalu rajin kuliah. Seringkali, ketika tengah berada di kost-an teman, saya malas untuk bangun dan hanya menitip absen bila dosen sedang dalam mood yang bagus. Kalau tidak, saya akan merelakan satu kali absensi saya alpha atau terpaksa ikut masuk ke kelas dengan wajah yang menunjukkan tidak minat sama sekali.

Pada tahun kedua duduk di bangku perkuliahan, saya bertemu lebih banyak orang. Mereka pun berbeda-beda latar belakang, suku dan profesi, namun rata-rata memiliki hobi yang sama. Entah dari mana awalnya, saya teracuni dengan kegiatan yang berbau alam bebas. Sejak kecil saya memang sangat sering diajak ayah ke tempat-tempat yang memiliki dataran tinggi, bersuhu dingin dan menyuguhkan pemandangan indah. Maka pada masa-masa peralihan ini, saya memanfaatkan waktu dan dana yang ada untuk melakukan sesuatu yang saya minati. Saya jelaskan dulu, masa peralihan yang saya maksud adalah saat dimana kita perlahan tidak lagi dianggap anak-anak yang artinya perlahan juga kebebasan yang bertanggung jawab itu dilimpahkan pada kita. Seiring masa itu, kita memang harus memikirkan secara teliti untuk setiap waktu , dana dan pengalaman yang kita dapatkan dari kegiatan-kegiatan yang kita lakukan.

Saya memang belum menginjakkan kaki ke tempat-tempat luar biasa yang orang lain bilang surga nya Indonesia. Atau melakukan hal-hal besar yang bernilai sejarah. Namun dari hal-hal kecil yang saya lakukan, saya berharap ada nilai-nilai yang bermafaat bagi saya dan orang lain. Saya sempat ikut mengajar di sebuah taman baca di pinggiran Kabupaten Tangerang, dekat dengan bibir pantai Samudera Hindia. Ditengah sawah itu dibangun pondok-pondok bambu yang di dalamnya terdapat buku-buku sumbangan dari banyak pihak. Atau bila sedang tidak bisa ikut andil karena sebab-sebab tertentu, bila ada penggalangan dana untuk korban bencana alam, paling tidak saya akan mengajak rekan-rekan saya yang lain untuk ikut berpartisipasi, meski hanya dari broadcast di media social maupun ajakan secara langsung saat ada kesempatan berkumpul. Mengajak orang-orang untuk menyumbangkan sedikit dari apa yang mereka miliki.

Kini ketika jam makan siang di kantor, kadang saya membayangkan betapa sibuknya dulu saat mempersiapkan acara-acara penting di kampus. Ingat ketika berjalan di bawah panas matahari menuju terminal kebon jeruk ketika pulang kuliah lebih awal. Naik bus tanpa AC bila sedang mengirit, atau sok naik bus AC yang harganya dua kali lipat dari bus biasa ketika awal bulan dimana uang jajan masih utuh.

Atau ketika sedang menggarap skripsi, seharian penuh berada di sebuah instansi pemerintah sembari berdebar-debar kira-kira pertanyaan apa yang akan dilontarkan dosen pemimbing dan salah satu peninggi instansi ini.  Mendengarkan wejangan dari sang dosen tentang banyak hal, dan keesokan harinya saya sibuk mengunjungi Perpustakaan Nasional. Membolak-balik buku-buku kusam yang barangkali dapat saya kutip isinya untuk dikembangkan lagi dalam lembaran  skripsi saya. Ah, ternyata sudah cukup lama kesibukan itu saya lalui.

Sekarang saya memiliki penghasilan dari jerih payah saya sendiri, sekaligus saya kehilangan waktu-waktu senggang untuk melakukan hal lain diluar pekerjaan. Beberapa kali saya berfikir dan merutuki diri sendiri, mengapa dulu saya tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Meski saya melakukan banyak kegiatan, tapi saya masih merasa seolah-olah apa yang telah saya lakukan tidak menghasilkan apa-apa. Saya merasa kecewa dengan waktu-waktu yang saya gunakan untuk tidur siang, menonton film di laptop seharian, memilih diam di kost ketimbang masuk kuliah Pajak atau hal-hal remeh lain yang membuat waktu terbuang sia-sia.

Namun seseorang mengingatkan saya bahwa semua yang telah saya lakukan di masa lalu, tak sepantasnya disesali. Kemalasan dan sifat bandel itu adalah bagian dari diri remaja yang beranjak menjadi dewasa muda. Setidaknya, pada hari-hari tertentu saya telah mencoba melakukan hal-hal dan kegiatan positif alih-alih melanjutkan kebiasaan tidur siang saya setiap hari.

Yang perlu saya lakukan sekarang adalah mendamaikan diri sendiri dan membuka mata bahwa ini lah dunia saya sekarang. Saya boleh membawa serta dunia saya yang dulu, namun tidak semua. Yang boleh saya bawa adalah hal-hal yang sekiranya akan memberi dampak baik untuk kehidupan saya sekarang dan di masa depan. Masa lalu adalah bagian dari hidup kita, bahkan yang pahit sekalipun. Mereka adalah pelajaran, suatu gambaran bagaimana dan apa yang akan terjadi bila kita tidak merubah hal buruk dalam diri kita sama seperti dulu.

Semoga kita semua senantiasa sukses dalam jalan kita masing-masing, semoga dapat bertemu dalam lain kesempatan.

Salam,


N

You May Also Like

0 komentar