Escape to Surabaya & Madura (chapter 1)

by - 09.12.00

                  Akhir tahun adalah saat-saat yang ditunggu oleh semua orang. Terlebih lagi bagi yang suka jalan-jalan, atau berkegiatan di alam bebas.  Sebagian besar dari kita telah menyusun rencana  untuk liburan akhir tahun, tak terkecuali saya dan teman-teman. Sebenarnya, saya, bang Reo, bang Taufik, Ustad, dan bang Erwin telah menyusun sebuah rencana untuk mendaki sebuah gunung di Jawa Timur. Namun karena estimasi waktu yang lama dan liburan saya sepertinya tak cukup untuk melakukan pendakian itu, maka saya mundur dari tim meskipun sudah ikut memesan tiket kereta bersamaan dengan mereka berempat.  Ajakan keluarga untuk ke Bromo dan menghabiskan akhir tahun di Malang juga saya tolak, entah mengapa saya sedang tidak ingin kesana.

                Tiket kereta jurusan Jakarta  - Surabaya lanjut Surabaya - Banyuwangi itu tentu amat disayangkan bila dibiarkan menganggur dan terbuang. Maka sebagai gantinya, saya telah menemukan partner untuk liburan akhir tahun. Bena memiliki recana sendiri untuk ke Madura sebelum melanjutkan perjalannannya entah kemana. Saya bergabung dalam rencananya itu dan sepakat untuk bertemu di Surabaya, sebab saya akan berangkat bersama keempat orang tadi sedangkan Bena akan menyusul menggunakan moda transportasi via udara pada hari yang sama tepat satu jam sebelum waktu kedatangan kereta kami di Surabaya.

                Seperti biasanya, hari-hari bulan Desember selalu diwarnai dengan hujan.  Siang itu tanggal 26  ketika kami berlima berkumpul di Stasiun Psar Senen, hujan turun lumayan deras. Kereta Kerta Jaya yang memang tampak telah tua berangkat tepat pukul 14:00. Sepanjang perjalanan, jujur saya tergoda dengan ajakan mereka yang akan mendaki, sebab destinasi mereka telah berubah menjadi gunung Argopuro. Terlebih lagi, dalam keril saya memang telah terbawa peralatan untuk mendaki; seperti sleepingbag, jaket, headlamp, matras, dan sebagainya. Faktor lain, bila saya setuju ikut dengan mereka berarti saya adalah satu-satunya perempuan dalam tim. Bayangkan, keadaan seperti itu pasti akan memudahkan atau meringankan perjalanan saya karena saya hanya perlu membawa sebagian logistic dan barang pribadi. Namun sayangnya, perjalanan mereka baru selesai tanggal 31 sedangkan saya berharap tanggal 30 sudah bisa kembali ke Solo.

                Maka saya kesampingkan keinginan untuk bergabung bersama mereka dan tetap pada rencana bersama Bena. Kami sampai di stasiun Pasar Turi tanggal 27 pukul 01:00 dini hari, saya segera memberitahu Bena bahwa kami sudah di stasiun dan dia bisa segera menyusul kami dari bandara. Akhirnya kami berenam berkumpul di stasiun, menunggu subuh di Circle K sambil ngopi dan ngobrol. Seminggu sebelum hari itu, saya dan Bena telah berkoordinasi tentang segala keperluan kami untuk perjalanan Surabaya – Madura. Kami menyewa sebuah motor di Surabaya untuk waktu 3 hari 2 malam. Kami berpisah setelah sarapan di sebuah warung rawong dekat stasiun. Tim Argopuro masih menunggu jemputan mobil untuk membawa mereka ke Baderan, sedangkan orang yang menyewakan motornya untuk saya dan Bena telah tiba di stasiun. Biaya sewa motor nya adalah Rp 50.000 / 24jam.

                Karena saya dan Bena sama-sama membawa keril yang cukup penuh ditambah tas ransel Bena yang berisi laptop (dia memang tak bisa meninggalkan pekerjaannya, bahkan saat liburan), maka kami cukup kesulitan untuk naik motor. Tapi itu hanya pada awalnya, karena setelah beberapa ratus meter sepertinya Bena mulai bisa mengendarai motor dengan tenang. Kami sepakat untuk bertukar posisi apabila salah satu dari kami lelah, mengantuk atau ada polisi karena Bena tak membawa Sim C nya. Kami berputar beberapa kali melewati tugu pahlawan sebelum akhirnya bertanya pada seorang tukang becak arah ke jembatan Suramadu. Rupanya, untuk ke jembatan penghubung Surabaya-Madura itu hanya 20menit dari tugu pahlawan. Rutenya juga cukup mudah, meski kami bertanya beberapa kali pada penduduk untuk memastikan apakah rute kami benar.

                Untuk melewati jembatan Suramadu, tarif yang dikenakan untuk motor sebesar Rp 3.000 dan Rp 30.000 untuk mobil pribadi. Memang jauh beda ya .. hehe. Diatas jembatan Suramadu anginnya sangat kencang, maka kita dianjurkan untuk menjaga kecepatan kendaraan dan dilarang untuk berhenti. Pemandangan dari atas jembatan Suramadu juga bagus, kapal-kapal penjala ikan  tampak kecil dibawah kita dan perairan yang cukup bersih. Pelabuhan tanjung perak juga terlihat cukup jelas.

                Untuk jelajah Madura, sebenarnya kami berdua telah memiliki tempat-tempat pilihan untuk dikunjungi. Kami juga telah mendapat tempat untuk menginap. Berutung Bena memiliki teman yang pernah KKN di Madura dan sempat tinggal di rumah pak Rohman. Sampai di Madura, Bena segera menelepon pak Rohman dan menanyakan alamat beliau. Maka kami diarahkan ke arah Kwayar dan menuju Modung. Jalan yang kami lewati adalah pesisir, dimana sepanjang jalan kami dapat menikmati pemandangan pantai yang meski kebanyakan bibir pantainya berlumpur dan banyak perahu-perahu nelayan.

                Di sisi kiri banyak tanah lapang yang sempat saya perhatikan bahwa diantara tanah lapang itu rupanya menyembul batu-batu karang besar, bahkan beberapa tanah lapang itu memang beralaskan bebatuan karang sehingga hanya rumput-rumput pendek dan lumut  yang tumbuh disana. Saya juga memperhatikan ada beberapa bekas rel kereta yang malang-melintang ditengah jalan beraspal yang kami lewati. Pemandangan berganti-ganti; dari tanah lapang, pantai, rumah penduduk, sawah, dan hutan-hutan kecil. Modung memang tergolong lebih ‘pelosok’ dibandingkan pusat kota Bangkalan dan kabupaten lainnya di Madura.

                Setelah kira-kira satu jam perjalanan, kami sampai di rumah pak Rohman. Rupanya pak Rohman memiliki pesantren dan perpusatakaan. Kami disambut dengan baik dan langsung ditunjukan tempat istirahat.  Kami sampai disana masih pagi, sekitar pukul 08:00. Kami segera mandi dan makan, lalu tidur sebentar. Saya meregangkan badan yang kemarin seharian duduk di kereta dan menunggu subuh di stasiun.  Kami rupanya terlalu nyenyak dan baru bangun pukul 14:00. Hawa di Madura rupanya cukup panas, dan matahari bersinar begitu terik. Disini, pukul 08:00 terasa seperti pukul 11:00 dan pukul 14:00 tetap seperti pukul 14:00. Senantiasa panas. 

                  Kami mandi dan jalan-jalan sore menuju pesisir.Meski hanya selat Madura dan bukan laut Jawa, namun hamparan perairan dengan perahu-perahu kecil nelayan yang mengapung diatasnya cukup menarik. Sayangnya sebelum matahari terbenam, langit telah mendung pekat dan rintik hujan segera turun. Kami kembali ke rumah pak Rohman dan menghabiskan malam disana dengan mengobrol bersama keluarga pak Rohman mengenai pulau Madura dan kegiatan sehari-hari penduduknya, juga mengenai banyak hal. 

                Rupanya, kami harus menunda niat untuk ke Sumenep dan mengunjungi pantai-pantai laut Jawa, karena Bena mendadak harus pergi ke tempat saudaranya di Gresik dan hanya memiliki sisa waktu satu malam lagi. Kami tak mau kehilangan waktu untuk berkeliling Surabaya. Maka paginya pada tanggal 28, kami pamit untuk kembali bertolak ke Surabaya. Kecewa memang, tapi kami berpikiran untuk akan kembali mengunjungi Madura dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik sehingga kejadian semacam ini tidak terulang lagi.

                Keluarga besar pak Rohman juga menyayangkan kepergian kami yang terlalu cepat dan menyesal karena tak sempat mengajak kami berkeliling ke tempat-tempat yang bagus pemandangannya. Tapi Surabaya terlalu sayang pula untuk dilewatkan, terlebih saya pribadi sudah lama sekali tak mengunjungi kota itu.

                Perjalanan kami ke jembatan Suramadu melewati rute yang berbeda dari kemarin, kali ini kami kearah timur, kemudian berbelok ke utara dan kembali ke barat melewati Bangkalan, setelah itu memutar ke selatan menuju Suramadu. Sepanjang perjalanan saat masih di daerah Modung, kami melewati sawah-sawah dan rumah penduduk yang letaknya masih berjauhan. Bahkan, kami tak menemukan pom bensin disana. Masayarakat disini harus ke Bangkalan dulu untuk membeli bensin dalam jumlah banyak dan dijual kembali dalambentuk eceran ke penduduk lainnya.

                Pemuda-pemuda disini banyak yang merantau ke Surabaya bahkan Jakarta dan pulau-pulau lainnya. Suasana masih sangat asri disini, tanah lapang dan bukit-bukit hijau tanpa polusi udara. Meskipun kami tak sempat ke Sumenep, Pamekasan dan pulau Genteng, kami tidak menyesal. Setidaknya, kami telah melihat sisi lain Madura. Dimana masyarakatnya hidup dari bercocok tanam dan hasil laut, meski Surabaya dengan kemegahannya hanya sebatas pandangan mata.

                Sekali lagi Suramadu kami lewati. Pagi ini bibir pantai disekitar jembatan Suramadu kotor dengan sampah. Kata orang, sesampahan itu karena hujan yang mengguyur semalam dan membawa sampah dari daratan Surabaya. Sayang sekali ya, perairan selat Madura jadi kelihatan kotor. Sekarang, saatnya kami mengelilingi Surabaya. Di Surabaya, kami juga telah mendapat tempat untuk menginap semalam. Lagi-lagi Bena mempunyai kenalan di Surabaya dan bersedia member tumpangan kepada kami. List tempat wisata dan kuliner di buku catatan kami telah menanti untuk disinggahi.
(akan berlanjut pada postingan berikutnya, brb.)
P.S :
Next : Monumen Kapal Selam, Museum Sampoerna, Museum Tugu Pahlawan, Pantai Ria Kenjeran, Kuliner Surabaya and many more.

Regards,
-N-

meet Bena at >> www.benbernavita.com




(photo by : @benbenavita)

You May Also Like

0 komentar