Jelajah Nusantara abad lalu dalam Bumi Manusia

by - 01.26.00


Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan Indonesia yang namanya telah kerap kita dengar. Beliau lahir di Blora pada tahun 1925 dan hampir separuh hidupnya habis di balik terali penjara. Semasa ia berkarya, tulisan-tulisan Pram menyentuh tema interaksi antar budaya; yaitu antara Belanda, kerajaan Jawa, masyarakat Jawa secara umum, dan kaum Tionghoa. Dari sekian banyak karya Pramoedya, saya baru mengawalinya dengan membaca Bumi Manusia yang menjadi bagian pertama dari tetralogi Pulau Buru.

Bumi Manusia, sebuah novel roman berlatar kota Surabaya pada akhir abad ke-19. Menceritakan kisah Minke yang mengawali problema dalam hidup sekaligus bertemu bunga akhir abad-nya setelah datang ke Wonokromo. Minke, pemuda pribumi yang berkesempatan menjadi siswa H.B.S -sekolah kalangan bangsa Eropa. Dia pandai menulis dan, meski pribumi tulen, memiliki pola pikir se-modern bangsa Eropa. Bermacam kesulitan bahkan ancaman seolah tiada berhenti menerpa kehidupannya setelah ia datang ke Wonokromo, tepatnya tinggal di rumah Nyai Ontosoroh.

Yang membuat Minke enggan meninggalkan Wonokromo selain kekagumannya pada Nyai Ontosoroh, juga karena Annelies, gadis Eropa totok anak si-Nyai yang awalnya hanya menjadi bahan taruhan antara Minke dan kawannya. Siapa menyangka cinta itu bersambut dan terjalinlah hubungan antara anak Bupati (Minke) dan gadis Eropa yang lahir dari rahim seorang Nyai, menjadi buah bibir orang-orang. Peduli apa, Minke tetap menikahi gadis dengan predikat bunga akhir abad itu. Akibatnya, begabagai masalah bermunculan. Pendidikan Minke pun terbengkalai dan nyaris tak dapat diselamatkan lagi. Berbagai faktor -status sosial, norma, pandangan masyarakat, kedudukan, dan yang lainnya- membuatnya semakin dijauhi oleh teman-teman dan gurunya di HBS. Begitupula dengan keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Semua itu dipicu keputusan Minke untuk 'bersarang' di rumah seorang Nyai dan terlibat hubungan asmara dengan putrinya.

Masalah kian pelik tatkala Robert Mellema, abang dari Annelies, kabur dari rumahnya yang disusul dengan kematian mengenaskan Tuan Mellema. Sejak kejadian itu, berbagai teror, ancaman pembunuhan, ancaman dikeluarkan dari sekolah, hingga surat-surat dari Ibunda datang menyerbu Minke habis-habisan. Namun cintanya, si Annelies dan Nyai Ontosoroh selalu mendukungnya. Tak hentinya ia tetap menulis, dan restu ibunda juga lah yang akhirnya membawa Minke dan Annelies ke dalam sebuah pernikahan.

Saya sangat kagum dengan cara Pram menuliskan perangai setiap tokohnya. Setiap tokoh memiliki karakter kuat meski yang menonjol adalah Minke sendiri dan Nyai Ontosoroh. Namun semua tokoh memiliki ciri khas masing-masing. Bahkan Darsam, yang hanya pesuruh sekaligus orang kepercayaan Nyai, ditulisnya sebagai orang yang cukup bijak dan dapat dipercaya.
Saya kira setiap orang yang membaca buku ini mampu memvisualisasikan cerita ke dalam imajinasinya masing-masing. Sebab Pram dengan detail menceritakan setiap kejadian dalam kisahnya. Tak terlalu kaku, sedikit humor, dan kalimat-kalimat puitis yang bertebaran disana-sini.

Mari kita kembali menjelajahi nusantara, tepatnya Pulau Jawa di pengujung abad 19. Masa di mana gagasan tentang negara Indonesia masih dalam proses pembenihan. Bumi Manusia adalah kendaraan yang cukup mengesankan untuk membawa kita ke sana.
Lewat Bumi Manusia kita disuguhi kondisi nusantara saat itu yang terbelah oleh perbedaan strata sosial antara Pribumi dan bangsa Eropa. Perbedaan bahkan terjadi antara sesama pribumi; antara ningrat dan melarat. Yang berkuasa dan dalam kepatuhan pada adat.

Tak ketinggalan, Pram juga menyingkap diskriminasi pemerintahan kolonial terhadap perempuan yang dibangum dari sistem yang memihak kepada laki-laki, khususnya laki-laki Eropa. Hal itu tersirat jelas ketika Nyai Ontosoroh yang seorang Pribumi, harus kehilangan hak asuhnya atas Annelies hanya karena statusnya sebagai gundik Tuan Mellema.

Lewat hukum yang meminggirkan perempuan pribumi dan memihak Eropa, semua hal yang berkaitan dengan hukum di masa itu, mampu menjungkir balikkan nasib seseorang hanya dengan selembar kertas. Dan lihat bagaimana orang Eropa mendandani bangsa pribumi sedemikian rupawan; bahkan dalam memantaskan pakaian adat pribumi itu sendiri dalam acara-acara penting. Meski demikian Pram juga menyisipkan banyak perlawanan terhadap kesewenangan pemerintah kolonial. Perlawanan yang terejawantah pada sosok Nyai Ontosoroh dalam hubungannya dengan suaminya, Tuan Mellema. Dalam hubungan itu Pram menggambarkan bagaimana Nyai, gundik yang dipandang remeh banyak orang itu; mampu menaklukkan Tuannya sendiri.

Bumi Manusia adalah novel kaya yang membahas banyak hal, dari persoalan sederhana hingga masalah pelik, mengolah rasa, pikiran, dan imajinasi. Semuanya menjadi suatu kombinasi yang mengesankan. Saya sendiri tidak tahan untuk berlama-lama membiarkan buku ini tergeletak dengan pembatas yang menyembul masih bukan di halaman terakhir. Selamat membaca ..

"Hidup bisa memberikan segala pada barang siapa tahu dan pandai menerima. " -Nyai Ontosoroh-

regard,
-N-


You May Also Like

0 komentar