- DIA -

by - 23.07.00

Dia duduk disampingku, dan kupandangi lekuk hidungnya dari samping. Dia bicara, dan kucermati setiap kata yang keluar dari bibirnya. Dia menerawang, dan kuikuti arah pandangnya. 

Langit sore yang sedikit mendung, keabuan menaungi kami. Aku menunjuk pada pada buku di genggamannya. Tak sempat terbaca, mungkin sibuk meladeni pertanyaan-pertanyaanku. Jakarta terasa gerah. Namun bersyukur hati ini tidak. Kurasai nyaman duduk didekatnya dan bicara banyak hal. Sesekali kami cekikikan menertawai tokoh-tokoh dalam novel roman. Beberapa kali menebak-nebak akan diperankan oleh siapa nanti tokoh kesayanganku bila novel itu di filmkan. 

Ah, senja kali ini memang tak berwarna seperti kebanyakan senja yang sudah-sudah. Aku geragapan mencari tangannya untuk kupegangi ketika mencoba berdiri. Dan yang kudapatkan adalah bahunya. Dia hanya diam, masih menekuri jalanan diseberang sana. Seketika ia ikut berdiri. Memandangiku sekejap, dan mencium keningku. Tersenyum, diam dan mengalihkan pandang. Hanya itu yang kulakukan sesudahnya. 

Hari telah beranjak petang. Oh, lampu-lampu taman bahkan telah dinyalakan. Hujan belum juga turun, meski awan gelap itu terus menggantung. Kami berjalan pulang. Tak lepas tanganku dari genggamannya. Diam-diam aku berfikir sendiri. merekam semua ini baik-baik, karena aku sadar. Bahwa aku bukan kepunyaannya, pun dia bukan milikku. Semua ini nanti hanya akan jadi cerita. Meski pernah jadi nyata ...

You May Also Like

0 komentar