Kita adalah riak-riak air. Lahir
dari sebuah mata air yang bening, bersih dan murni. Jutaan riak air lainnya
juga lahir dari sana. Pada seratus meter pertamamu, kau jatuh dari air terjun
dengan ketinggian fantastis. Terantuk batu pada dasar kubangannya, dan ada yang
hilang dari bagianmu. Kau tak utuh lagi. Aku, hingga pada sekian kilometer,
dengan perlahan dan diiringi suara gemericik bergembira melewati arus-arus
ringan sungai-sungai kecil di lembah-lembah penuh bunga.
Seiring waktu, masing-masing kita
bertemu banyak percabangan, seringkali kita memilih untuk melewati sungai yang
hampir kering dan dangkal, sehingga batu-batu kalinya melukai kita. Ada masanya
kita bertemu dengan riak air lainnya, kemudian mengalir bersama pada arus yang
sama. Merekalah sahabat, teman sepermainan, bahkan musuh kita sekalipun.
Suatu hari, aku menemuimu pada
sebuah aliran sungai kecil yang ada di dekat kaldera. Air kita hangat, penuh
semangat jiwa muda. Sejak itu, kita selalu berada pada aliran yang sama.
Terantuk batu, masuk ke comberan, berlomba untuk mencari kembali jalan yang tak
menyakitkan, yaitu aliran sungai bening sebagaimana dulu kita lahir.
Aku sering mengeluh sakit bila
riak-riak air yang lain menyakitiku. Bila gelombang-gelombang yang lebih besar
berusaha menghantamku. Tetapi kau, yang pernah tahu rasanya dilempar dari air
terjun dengan ketinggian luar biasa, lebih paham menghadapi semua rasa sakit
itu daripadaku. Aku yang selalu ada pada aliran air tenang tak pernah bisa
paham harus bagaimana.
Karena itulah, perlahan kau
mengajariku menghindari batu, melompati ranting-ranting patah yang jatuh di
tengah jalan kita, atau mengeraskan diri untuk menghadapi semua hal buruk yang tak
mampu kita hindari.
Saat ini, kita tengah mengarungi
aliran yang menyempit, percabangan hanya tingga beberapa. Kita sama-sama tahu
bahwa ada aliran sungai lebih besar yang akhirnya akan mengantarkan kita ke sebuah muara, menuju lautan luas di ujung perjalanan.
Kemudian kita sadar, bahwa
sebentar lagi, harusnya, kau dan aku telah sama-sama menemukan riak-riak air
lain yang sepaham, menuju pada satu aliran air yang sama, yang sejalan. Ketika
kita menemukan mereka, disitulah kita berpisah pada percabangan terakhir,
dimana alurnya lebih besar, lebih kuat, dan dalam.
Riak air itu akan menemani kita
melewati aliran yang besar tadi, dengan segala resikonya, dengan semua
ketabahannya, meuju sebuah muara. Ya, muara yang akhirnya menghantarkan kita
pada laut, lautan lepas tanpa batas, bergulung bersama ombak-ombak dari
gabungan riak-riak air lain.
Disanalah kita menuju keabadian,
berserah sepasrah-pasrahnya pada sang pemilik mata air, laut, segala yang hidup
daripada-Nya, pada sang pemilik seluruh skenario yang ada di semesta.
dari yang terinspirasi olehmu,
N
dari yang terinspirasi olehmu,
N