Diantara kalian yang sedang
membaca tulisan ini, pasti ada yang sedang dalam masa kuliah atau telah
bekerja. Saya sendiri baru saja menyelesaikan kuliah s1 saya di sebuah
perguruan tinggi swasta. Lalu selang satu bulan sejak kelulusan, saya mulai
berfikir untuk mencari kerja. Awalnya tujuan kerja hanya satu : mencari uang.
Beberapa dari kita pasti pernah berkata “ah mau cepet lulus. Kuliah tugas
melulu, enakan kerja cari duit.” Saya pun demikian, kerap kali mengucapkan
kalimat yang sama berulang-ulang bila kejenuhan mata kuliah melanda di
tengah-tengah semester. Terlebih saat semester akhir, kepala serasa hampir
meledak ketika coretan-coretan revisi mampir di lembaran bakal skripsi saya.
Atau ketika masa-masa tahun kedua kuliah, ksaya dan teman-teman mulai
malas-malasan beranjak dari kost untuk masuk ke kelas.
Sekarang, kelulusan itu telah
berlalu lima bulan. Saat ini saya bekerja pada perusahaan swasta yang cukup
besar, terbukti dari gelar ‘Tbk’ di belakang nama resminya. Hari-hari saya bisa
dibilang sibuk, sebab pekerjaan saya membutuhkan perhatian penuh. Namun saya
sadari bahwa rupanya kesibukan saya hanya terpaku pada satu hal : bekerja.
Sebagai bagian dari tanggung jawab pekerjaan, pulang malam adalah hal yang
sulit dielakkan. Lalu pada suatu malam di mana hampir seluruh pegawai sudah
pulang dan saya masih duduk tenang menghadap layar komputer, tiba-tiba saya
merindukan masa-masa saat kuliah. Saya memang bukan mahasiswa yang sangat aktif
dalam organisasi, namun saya sempat mengambil dan menjadi bagian dalam
organisasi kampus maupun luar kampus. Hmm… entahlah, waktu begitu cepat
berlalu. Rasanya baru kemarin saya datang pada gedung universitas yang
didominasi warna biru dan putih itu. Baru saja saya mengisi formulir dan
menuliskan ‘hukum’ pada kolom pilihan jurusan.
Jika sekarang setiap pagi saya
harus bergegas untuk tidak melewati angka 08:00 pada finger print guna absensi, dulu saya akan berfikir hari ini akan
kemana, menemui siapa dan apa yang akan saya lakukan. Bila kuliah sedang libur
karena mendadak dosen tidak masuk, saya akan memilih untuk pergi ke lantai
dasar Blok M Square atau Pasar Senen untuk berburu buku-buku lawas yang mungkin
panjualnya tidak tahu bahwa itu salah satu buku yang banyak orang cari-cari. Kuantar kau ke gerbang, Saman, Perawan
Remaja dalam cengkraman militer dan banyak lagi buku-buku sejarah atau
novel yang saya angkut dari etalase-etalase kusam para penjualnya. Buku-buku yang saya dapatkan itu memang telah
dicetak ulang dan kini siapapun dapat membelinya di toko buku ternama, namun
entah mengapa ada kesenangan sendiri untuk mencari versi ‘jadul’ nya. Atau
mungkin hanya karena saya yang suka mengubek-ubek sisi lain Jakarta. Pernah
beberapa kali ketika tidak ada jadwal kuliah, saya pergi dari satu ke satu
tempat lain di Jakarta menggunakan moda angkutan umum sendirian. Berbekal
kamera SLR milik kakak, saya mengunjungi museum-museum yang pastinya sepi
ketika hari kerja (sening hingga jumat). Setelahnya saya akan mampir di
warung-warung sederhana untuk mengisi perut. Teman-teman saya bilang saya ini
kurang kerjaan, galau atau membuang-buang tenaga saja. Tapi saya tidak ambil
pusing, toh dari hal-hal kecil dan tempat-tempat sederhana yang saya kunjungi
itu saya tetap mendapat ilmu-ilmu dan pengetahuan yang baru.
Saya bukan juga mahasiswa yang
selalu rajin kuliah. Seringkali, ketika tengah berada di kost-an teman, saya
malas untuk bangun dan hanya menitip absen bila dosen sedang dalam mood yang bagus. Kalau tidak, saya akan
merelakan satu kali absensi saya alpha atau terpaksa ikut masuk ke kelas dengan
wajah yang menunjukkan tidak minat sama sekali.
Pada tahun kedua duduk di bangku
perkuliahan, saya bertemu lebih banyak orang. Mereka pun berbeda-beda latar
belakang, suku dan profesi, namun rata-rata memiliki hobi yang sama. Entah dari
mana awalnya, saya teracuni dengan kegiatan yang berbau alam bebas. Sejak kecil
saya memang sangat sering diajak ayah ke tempat-tempat yang memiliki dataran
tinggi, bersuhu dingin dan menyuguhkan pemandangan indah. Maka pada masa-masa
peralihan ini, saya memanfaatkan waktu dan dana yang ada untuk melakukan
sesuatu yang saya minati. Saya jelaskan dulu, masa peralihan yang saya maksud
adalah saat dimana kita perlahan tidak lagi dianggap anak-anak yang artinya
perlahan juga kebebasan yang bertanggung jawab itu dilimpahkan pada kita.
Seiring masa itu, kita memang harus memikirkan secara teliti untuk setiap waktu
, dana dan pengalaman yang kita dapatkan dari kegiatan-kegiatan yang kita
lakukan.
Saya memang belum menginjakkan
kaki ke tempat-tempat luar biasa yang orang lain bilang surga nya Indonesia.
Atau melakukan hal-hal besar yang bernilai sejarah. Namun dari hal-hal kecil
yang saya lakukan, saya berharap ada nilai-nilai yang bermafaat bagi saya dan
orang lain. Saya sempat ikut mengajar di sebuah taman baca di pinggiran Kabupaten
Tangerang, dekat dengan bibir pantai Samudera Hindia. Ditengah sawah itu
dibangun pondok-pondok bambu yang di dalamnya terdapat buku-buku sumbangan dari
banyak pihak. Atau bila sedang tidak bisa ikut andil karena sebab-sebab
tertentu, bila ada penggalangan dana untuk korban bencana alam, paling tidak
saya akan mengajak rekan-rekan saya yang lain untuk ikut berpartisipasi, meski
hanya dari broadcast di media social
maupun ajakan secara langsung saat ada kesempatan berkumpul. Mengajak
orang-orang untuk menyumbangkan sedikit dari apa yang mereka miliki.
Kini ketika jam makan siang di
kantor, kadang saya membayangkan betapa sibuknya dulu saat mempersiapkan
acara-acara penting di kampus. Ingat ketika berjalan di bawah panas matahari
menuju terminal kebon jeruk ketika pulang kuliah lebih awal. Naik bus tanpa AC
bila sedang mengirit, atau sok naik bus AC yang harganya dua kali lipat dari
bus biasa ketika awal bulan dimana uang jajan masih utuh.
Atau ketika sedang menggarap
skripsi, seharian penuh berada di sebuah instansi pemerintah sembari
berdebar-debar kira-kira pertanyaan apa yang akan dilontarkan dosen pemimbing
dan salah satu peninggi instansi ini. Mendengarkan
wejangan dari sang dosen tentang banyak hal, dan keesokan harinya saya sibuk
mengunjungi Perpustakaan Nasional. Membolak-balik buku-buku kusam yang
barangkali dapat saya kutip isinya untuk dikembangkan lagi dalam lembaran skripsi saya. Ah, ternyata sudah cukup lama
kesibukan itu saya lalui.
Sekarang saya memiliki
penghasilan dari jerih payah saya sendiri, sekaligus saya kehilangan
waktu-waktu senggang untuk melakukan hal lain diluar pekerjaan. Beberapa kali
saya berfikir dan merutuki diri sendiri, mengapa dulu saya tidak memanfaatkan
waktu sebaik-baiknya. Meski saya melakukan banyak kegiatan, tapi saya masih merasa
seolah-olah apa yang telah saya lakukan tidak menghasilkan apa-apa. Saya merasa
kecewa dengan waktu-waktu yang saya gunakan untuk tidur siang, menonton film di
laptop seharian, memilih diam di kost ketimbang masuk kuliah Pajak atau hal-hal
remeh lain yang membuat waktu terbuang sia-sia.
Namun seseorang mengingatkan saya
bahwa semua yang telah saya lakukan di masa lalu, tak sepantasnya disesali.
Kemalasan dan sifat bandel itu adalah bagian dari diri remaja yang beranjak
menjadi dewasa muda. Setidaknya, pada hari-hari tertentu saya telah mencoba
melakukan hal-hal dan kegiatan positif alih-alih melanjutkan kebiasaan tidur
siang saya setiap hari.
Yang perlu saya lakukan sekarang
adalah mendamaikan diri sendiri dan membuka mata bahwa ini lah dunia saya
sekarang. Saya boleh membawa serta dunia saya yang dulu, namun tidak semua.
Yang boleh saya bawa adalah hal-hal yang sekiranya akan memberi dampak baik
untuk kehidupan saya sekarang dan di masa depan. Masa lalu adalah bagian dari
hidup kita, bahkan yang pahit sekalipun. Mereka adalah pelajaran, suatu
gambaran bagaimana dan apa yang akan terjadi bila kita tidak merubah hal buruk
dalam diri kita sama seperti dulu.
Semoga kita semua senantiasa
sukses dalam jalan kita masing-masing, semoga dapat bertemu dalam lain
kesempatan.
Salam,
N